Nuansa serba kecokelatan menghiasi sebuah toko di jalan Otto
Iskandar Dinata, Tarogong, Garut, Jawa Barat. Tak hanya dinding, kusen-kusen
kayu di rumah berdesain minimalis itupun dilabur cat cokelat cerah. Ruangan depannya penuh rak yang memajang bermacam penganan
dari cokelat. Ada permen, cokelat batangan, hingga bolu cokelat. Bahkan
dipajang pula prajurit terakota dari tiongkok setinggi 1 meter yang juga
terbuat dari cokelat.
Sekilas cokelat di toko itu biasa saja. Tapi ketika
dikunyah, terasa ada yang unik. Ternyata makanan cokelat ini dilapisi lempengan
dodol Garut empuk dan legit. Inilah Chocodot atau cokelat isi dodol yang
belakangan jadi oleh-oleh favorit dari Kota Intan.
Lantaran keunikannya itulah Chocodot menjadi istimewa.
Selain laris manis, penganan ini pun kerap meraih penghargaan. Chocodot sudah
mendapat 10 penghargaan sejak di produksi dua tahun lalu. Pertengahan Mei lalu
misalnya, Chocodot dianugerahi gelar Product Niche dalam Tutto Food Milano World
Food Exhibition di Itali, pameran dua tahunan yang diikuti produsen makanan
dari 65 negara. Produk Niche adalah penghargaan buat produk yang melestarikan
tradisi, inovatif, dan tentu saja laku di pasar. Sekarang dalam kemasan
Chocodot ada tambahan logo TuttoFood.
Sosok di balik sukses Chocodot tak lain Kiki Gumelar, pria
asal Garut yag biasa dipanggil Asgar. Ia memilih jalan sebagai pengusaha
kuliner karena ingin pulang kampung dan mandiri. Rupanya setelah beberapa tahun
bekerja di Yogyakarta sebagai kepala cabang sebuah pabrik cokelat ternama, Kiki
merasa jenuh.
Dengan modal Rp 10 juta, Kiki mendirikan toko roti dan
cokelat. Duitnya pinjam dari sang ayah, Tatang Kurnia, yang kebetulan penggiat
usaha kecil dan menengah (UKM) di Garut. Meskipun sudah berpengalaman sebagai
kepala cabang produsen cokelat, tetap saja usahanya terantuk-antuk juga.
Lelaki berusia 31 tahun itu pun putar otak. Muncul ide
merombak dodol ketan penganan khas Garut. Iseng-iseng camilan kenyal itu
dicelupkan ke cokelat cair, ternyata jadi lebih enak, akhirnya Kiki-pun menjual
makanan baru ini. Modalnya Rp 52 juta, pinjam lagi dari orangtua. Dana ini buat
beli bahan baku dan menyewa toko kecil di kawasan Babakan Selaawi, Cipanas,
Garut. Pada 19 Juli 2009, Chocodot diperkenalkan pertama kali dalam sebuah
pameran yang digelar pemerintah daerah.
Usaha barunya tak selalu berjalan mulus. Untuk meningkatkan
penjualan banyak jenis promosi dilakukan, sampai lewat jejaring sosial
Facebook. Sampai tidak pernah absen untuk ikut pameran, hingga akhirnya menarik
perhatian Dicky Chandra, yang pernah menjadi Wakil Bupati Garut dan punya
program pengembangan UKM. Kegigihan Kiki kali ini membuahkan hasil. Pemda Garut
menjadikan Chocodot sebagai souvenir buat tetamu.
Bank-bank juga mulai melirik. Sukses mendapat 100 juta, Kiki
berekspansi menambah peralatan, bahan baku dan membangun dua gerai. Dengan
bendera UD Tama Cokelat, produksi per bulan memcapai empat ton cokelat dan
dodol. Kini Chocodot memiliki 30 varian, misalnya cokelat rasa cabai, brownies,
dan pizza isi dodol.
Dalam bungkus cokelat batangan dipasang gambar dan informasi
obyek wisata Garut. Dari penganan yang harganya Rp 5.000 hingga Rp 40.000
sebungkus itu, Kiki meraup omzet Rp 1 miliar setiap bulan.
Sumber: Tempo
No comments:
Post a Comment